Laman

Kamis, 25 November 2010

pemberian obat secara intravena


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi dalam tubuh.Dalam pelaksanaannya, tenaga medis memiliki tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung kepada pasien.Hal ini semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Farmakologi menjadi penting karena mempelajari tentang efek dari obat, sehingga diharapkan mampu mengevaluasi efek pegobatan. Pada efek obat, ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama generic merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan lisensi, kemudian ada nama resmi yang memiliki arti nama dibawah lisensi salah satu publikasi yang resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari susunan zat kimianya seperti acethylsalicyic acid atau aspirin, kemudian nama dagangnya (trade mark) merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau pabrik dalam menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, analsik, dan lain-lain.
Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi standar persyaratan obat, diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh obat karena unsur keasliannya, tidak ada campuran dan standar potensi yang baik.Selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioaviabilitas berupa keseimbangan obat, keamanan, dan efektiitas. Standar-standar tersebut harus dimiliki obat agar manghasilkan efek yang baik akan obat itu sendiri.
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh, obat akan bekerja sesuai dengan proses kimiawi melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi, sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara, diataranya: oral, parentral, rektal, vaginal, kulit, mata, telinga, dan hidung. Dalam pemberian obat kepada pasien, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat, diantaranya : tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat jalur pemberian, tepat waktu dan tepat dokumentasi.
Dalam pelaksanaannya, Pemberian obat/medikasi mempunyai prosedur tetap yang dilakukan secara teoritis yang merupakan tindakan keperawatan yang memerlukan strategi pelaksanaan.
Adapun strategi pelaksanaan tindakan keperawatan meliputi :
a.       Proses keperawatan :
1.      Kondisi klien
2.      Masalah
3.      Tujuan khusus
4.      Tindakan keperawatan
b.      Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
1.      Orientasi
a.       Salam teapeutik
b.      Evaluasi/validasi kondisi klien
c.       Kontrak : topic / waktu / tempat
2.      Kerja : sesuai komunikasi untuk langkah-langkah tindakan keperawatan
3.      Terminasi
a.       Evaluasi respon klien
1)      Evaluasi subjektif (wawancara dan pertanyaan)
2)      Evaluasi ojektif (observasi)
b.      Tindakan lanjut
c.       Kontrak yang akan datang : Topik / waktu / tempat







B.   Tujuan

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan medikasi kepada klien dengan benar
Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan makalah ini dan seterusnya mahasiswa mampu :
1.      Menjelaskan tentang pengertian pemberian obat melalui intravena
2.      Menjelaskan tentang cara-cara pemberian obat melalui intravena
3.      Menjelaskan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan ketika jalur infus dipakai untuk suntikan intravena
4.      Menjelaskan tentang reaksi tubuh dalam menerima obat intravena
5.      Menjelaskan tentang khasiat dan efek samping pemberian obat melalui intravena
6.      Menjelaskan tentang prosedur pemberian obat intravena











BAB II
PEMBAHASAN
A.   Definisi
Adalah pemasukan atau pemberian obat melalui jalur pembuluh darah vena kedalam tubuh, diantaranya melalui vena media cubitus/chepalica (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis di daerah frontal dan temporal dari temporal, vena basilica,  dan lain-lain.
Pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan cara infus continue, infus intermitten ataupun dalam bentuk bolus. Formulasi untuk ketiga cara pemberian ini tidak dapat saling dipertukarkan, karena akan berakibat fatal pada pasien.

1.      Infus intravena continue
Pemberian obat melalui infus yang continue bertujuan untuk menghasilkan dan mempertahankan konsentrasi obat yang konstan dalam darah, misalnya pada pemberian oksitosin (Syntosinon®). Obat tersebut diberikan sebagia larutan yang encer untuk mengurangi iritasi vena.Akan tetapi kita harus yakin bahwa larutan obat yang disuntikkan lewat infus dapat bercampur dengan larutan infusnya.Sebagai contoh, frusemid (Furosemid) tidak dapat bercampur dengan larutan Glukose/Dextrose.

2.      Infus intermittent
Beberapa obat dapat diberikan sebagai infus selama 20 menit hingga 1 jam/ cara pelaksanaannya bergantung pada apakah sudah ada infus yang terpasang atau hanya obat tersebut yang akan diberikan melalui infus. Bila ada infus yang harus diberikan bersamaan, kedua obat tersebut harus kompantibel dan digunakan two-way-tap. Bila hanya obat tersebut yang akan diinfuskan, kanula tersebut harus dibilas sebelum dan setelah pemberian obat. Pemberian infus intermitten dapat menyebabkan konsentrasi obat tersebut dalam plasma berfluktuasi, dan dapat turun diatas atau dibawah kisaran terapeutik.Keadaan ini dapat menimbulkan intoksikasi (keracunan) maupun kegagalan terapi.Konsentrasi yang berfluktuasi tersebut dapat terjadi, misalnya pada wanita yang mendapatkan terapi antibiotic atau heparin intravena.
Karena penyerapan obat-obat intravena berlangsung sangat cepat, maka pemberiannya harus benar-benar “tepat waktu” penyuntikan yang terlambat atau pemberian yang terlalu dekat antara yang satu dengan yang lainnya akan menyebabkan fluktuasi pada konsentrasi obat.
Ketika menambahkan obat kedalam botol cairan infus, berikut ini adalah hal – hal yang harus diperhatikan :
-          Tidak menusuk botol pada saat memasukkan obat
-          Label tambahan harus dipasang dengan mencantumkan nama obat, dosis, nama dan no. register pasien serta waktu pemberian
-          Obat dan cairan harus larut sempurna
-          Kecepatan aliran harus benar
Contoh obat yang diberikan dengan cara infus intermitten :Flagyl IV, Larutan inf. 0,5% x 100 ml
3.      Pemberian secara bolus
Suntikan dapat diberikan langsung pada pembuluh vena atau pada selang infus (per-kap). Penyuntikan langsung pada vena biasanya sedapat mungkin dihindari, karena alasan :
a.       Penggunaan jarum baja untuk penyuntikan IV yang berkali-kali membawa resiko ekstravasasi dan kerusakan jaringan.
b.      Tanpa akses vena yang continue, setiap reaksi yang merugikan akan sulit ditangani.
Pemberian secara bolus lewat infus harus dilakukan dengan perlahan untuk memungkinkan cairan infus mengalir terus dan mengencerkan obat yang disuntikkan.Kecepatan penyuntikan tergantung pada jenis obatnya.Umumnya tidak ada obat yang boleh disuntikkan secara intravena dengan kecepatan kurang dari satu menit, kecuali jika paseinnya mengalami gagal jantung atau bila terdapat perdarahan hebat (Loeb et al, 1993; McKenry & salerno, 1995).Sebagian besar obat dapat disuntikkan dalam waktu satu hingga tiga menit dengan beberapa pengecualian penting seperti epineprin (adrenalin), efedrin dan aminofilin (Swonger & Matejski, 1991).
Pemberian obat yang cenderung cepat dapat menyebabkan :
1.      Trauma pada vena
2.      Reaksi hipersensitivitas yang hebat
3.      Efek samping yang serius
4.      Edema paru atau embolisasi jika volume cairan yang disuntikkan cukup besar.


B.   Hal – hal yang perlu dipertimbangkan ketika  jalur infus dipakai untuk suntikan intravena

1.      Untuk memudahkan akses vena, pembuluh vena yang merupakan tempat pemasangan infus harus berada dalam keadaan vasodilatasi. Karena itu daerah tersebut harus hangat.
2.      Pungsi vena atau kanulasi vena akan menimbulkan nyeri. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan mengoleskan krim obat anastesi local. Preparat gel ametokain (tertrakain)bekerja lebih cepat dan efektif daripada krim anastesi local lainnya. Ametokain menimbulkan vasodilatasi sehingga berbeda dengan lignokain yang menyebabkan vasokonstriksi. Sifat ini jelas amat penting ketika kita mengakses pembuluh vena (Russel & Doyle, 1997). Namun seperti halnya pada pemasangan semua kateter akan terdapat efek samping kecil, utamanya dari absorpsi sistematik.
3.      Penbuluh darah perifer dapat mengempis atau kolaps pada keadaan syok sehingga aksesnya sulit dilakukan; keadaan ini terjadi misalnya pada perdarahan postpartum. Pembuluh darah dapat juga mengeras dengan pembentukan parut dan tidak bisa diakses; hal ini terjadi karena penusukan yang sering misalnya pada ibu hamil mendapatkan penyuntikan litium IV dengan pengambilan sampel darah yang teratur. Umumnya sebuah pembuluh vena hanya dapat diharapkan tetap paten selama 48 jam.
4.      Vena sentral digunakan untuk terapi infus jangka panjang, pemberian larutan yang pekat atau iritatif, atau jika vena perifer tidak dapat di akses. Akan tetapi, resiko emboli udara dan pneumothoraks lebih besar pada pemberian infus kedalam vena sentral. Vena subklavia merupakan pembuluh darah balik yang sesuai untuk akses vena sentral.
5.      Lokasi pemberian infus harus dicek pada setiap kali pemakaiannyauntuk memeriksa patensinya. Tempat injeksi harus ‘dibilas’ dengan 2 ml cairan sebelum dan segera sesudah setiap pemakaian agar kelancaran cairan infus tetap terjamin; penyemprotan ini sedikinya harus dilakukan setiap 24 jam sekali untuk mencegah pembentukan bekuan (Ben-Arush & Berant, 1996). Bila akses vena tidak berhasil dilakukan, pada saat ini akan terasa adanya tahanan atau resistensi terhadap penyuntikan.
6.      Obat dapat ditambahkan kedalam container infus jika diperlukan pemberian infus yang kontinu kedalam plasma darah atau jika pemberian obat dalam bentuk larutan pekat akan membahayakan pasien. Pelaksanaan tindakan ini dapat menimbulkan masalah pada kecepatan pemberian dan inkompatibelitasnya. Semakinlama obat atau zat kimia saling terkena satu sama lain, semakin besar kemungkinan timbulnya inkompatibelitas.
7.      Banyak obat melakukan interaksi dengan cairan infus atau obat lain sehingga khasiatnya menghilang, timbul toksisitas atau kerja obat yang lain. Karena itu sedapat mungkin hanya satu jenis obat yang boleh ditambahkan kedalam container infus dan penambahan obat tidak boleh dilakukan kedalam produk darah, cairan manitol, asam amino, atau natrium bicarbonate (BNF, 2000). Sebagai contoh; glucose akan menyebabkan pengumpalan sel-sel darah merah dalam cairan transfuse darah, aktifitas oksitosin akan menghilang dalam cairan transfuse darah.
8.      Bila zat-zat dalam larutan yang akan di infuskan itu tidak dapat bercampur atau inkompatibel, maka akan terjadi reaksi kimia yang membentuk partikel-partikel padat di dalam selang infus. Sebagai contoh, furosemide serta dopamine dapat saling berinteraksi dan membentuk endapan yang memunculkan partikel padat yang berwarna putih didalam selang infus. Bahayanya, pembentukan partikel ini tidak dapat segera terlihat. Endapan  dalam selang infus dapat menimbulkan tromboplebitis atau bila terjadi kebocoran cairan infus tersebut, kulit pasien akan mengelupas. Cairan infus dengan PH yang berbeda-beda (Glosarium) kemungkinan tidak akan dapat bercampur. Sebagai contoh, furosemide bersifat inkompatibel atau tidak dapat bercampur dengan cairan infus yang nilai PHnya rendah seperti Glukose.
9.      Setiap obat yang ditambahkan kedalam cairan infus harus tercampur dengan sempurna. Hal ini melibatkan pelepasan container infus dari set infusetnya. Tanpa pencampuran yang sempurna, pemberian obat tidak akan merata. Sebagai contoh, jika kalium atau magnesium dibiarkan ‘mengendap’ pada dasar kantong infus, maka preparat ini akan diberikan dengan konsentrasi yang tinggi sehingga untuk menimbulkan henti jantung-paru.


C.   Reaksi tubuh dalam menerima obat intravena

Pemberian obat lewat infus atau intravena merupakan cara pemberian yang paling cepat dan pasti. Penyuntikan bolus dengan dosis tunggal akan memnghasilkan konsentrasi obat yang tinggi di dalam plasma.  Obat dengan cepat akan mencapai kisaran terapeutiknya dan pencapaian kisaran terapeutik yang cepat amat berguna dalam keadaan emergensi. Jika obat diberikan terlalu cepat, kemungkinan konsentrasinya akan melampaui kisaran terapeutik dan memasuki kisaran toksik. Jika obat diberikan secara perlahan, peningkatan konsentrasinya akan lebih lambat. Dengan tindakan yang cermat, kecepatan pemberian obat intra vena dapat diatur untuk mengoptimalkan efeknya dan mengurangi efek samping.
Pemberian intravena berarti bahwa semua obat yang diberikan akan diserap. Disini setiap ketidakpastian dalam penentuan takaran dan waktu pemberian disebabkan oleh perbedaan individual yang melibatkan enzim usus dan hati tidak perlu dipertimbangkan. Takaran pemberian dapat dihitung dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dengan cara yang lebih tepat bila dibandingkan dengan cara pemberian lainnya.
Meskipun rute pemberian intravena akan mengurangi masalah yang potensial terjadi dalam absorpsi obat, kita tetap harus mempertimbangkan masalah potensial yang berkaitan dengan distribusi dan eliminasi obat. Ketika memberi obat apapun, distrubusinya akan berkurang dan kemungkinan terjadinya intoksikasi meningkat jika pasien yang mendapatkan obat tersebut menderita gagal ginjal, gagal jantung dan syok; pasien preeclampsia berat atau eklampsia merpakan pasien yang beresiko.


D.   Kerja dan efek samping obat/cara pemberian

Umumnya kerja dan efek samping obat tidak dipengaruhi oleh cara  pemberian. Akan tetapi, awitan efek yang merigukan dapat jauh lebih cepat terjadi saat obat tersebut disuntikkan intravena sehingga diperlukan tindakan penjagaan ekstra.



1.     Ekstravasasi (kebocoran)
Penyuntikan langsung dapat menimbulkan tekanan yang terlalu besar pada pembuluh darah yang rapuh sehingga terjadi thromboemboli atau ekstravasasi.Kebocoran cairan isotonik dalam jumlah yang kecil tidak membahayakan, tetapi kebocoran cairan infus yang mengandung obat mungkin sangat iritan. Necrosis jaringan yang berat dan rupture kulit yang memerlukan pencangkokan kulit (atau bahkan amputasi jika terjadi pada neonatus) dapat mengikuti ekstravasasi nonadrenalin (noepinedrine) atau adrenalin (epineprin). Cairan yang mengandung kalium atau glucose juga sangat iritan.
Ekstravasasi atau kebocoran lebih cenderung terjadi jika :
-          Digunakan jarum baja dan bukan kateter plastic
-          Pemasangan infus pada tempat didekat persendian
-          Pembuluh vena harus dipunksi selama lebih dari dua hari
-          Pemasangan jarum infus kurang dalam.
Luasnya ekstravasasi dapat dibatasi dengan melakukan pengecekan yang sering dan pemasangan kasa yang transparan.Ekstravasasi obat merupakan keadaan emergensi.Dalam keadaan ini, infus harus dihentikan, jumlah obat yang sudah masuk kedalam jaringan harus diperikirakan jumlah, tungkai ditinggikan dan dokter diberitahu.Setiap inflamasi yang terjadi dapat diatasi dengan kompres es.Namun, penghangatan tempat ekstravasasi tersebut dapat meningkatkan reabsorpsi cairan dari jaringan disekitarnya.
Antidote atau preparat pendispersi yang dapat disuntikkan subkutan dengan dosis kecil disekitar daerah kerusakan sudah tersedia bagi beberapa obat yang mengalami ekstravasasi, misalnya; hialurodinase (Hyalase®) digunaka bila terjadi ekstravasasi aminofilin, kalsium, kalium, dekstrose, larutan nutrisi parentral total atau media kontras; preparat ini juga dapat dipakai bila cairan yang berlebihan dalam jaringan tersebut harus diserap. Hialurodinase bekerja dengan cara memecah substansi dasar dermis sehingga cairan bisa terdispersi. Takaran 1500 unit dalam 1 ml water for injection atau dalam 1 ml larutan NaCl 0,9% disuntikkan secara infiltrasi secepat mungkin kedalam daerah yang terkena. Hialorudinase tidak boleh diberikan pada bayi dengan riwayat persalinan premature yang tidak bisa dijelaskan sebabnya atau pada daerah terdapatnya infeksi atau malignitas (BNF, 2000).
2.     Plebitis
Merupakan inflamasi pembuluh vena yang biasanya terjadi karena kerusakan dinding vena yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi dan pembentukan bekuan.Gejalanya kemerahan, nyeri serta edema yangbiasanya timbul dalam waktu dua hingga tiga hari sesudah pemasangan jarum infus. Jika selang infusnya tidak lepas, maka akan terjadi infeksi. Fenitoin, erythromisin dan diazepam merupakan preparat iritan, sebagaimana halnya dengan kalium, multivitamin, deksrose dan asam amino yang konsentrasinya tinggi.Phlebitis lebih cenderung terjadi pada cairan infus yang asam atau alkalis atau sangat pekat.
Kewaspadaan yang perlu dilakukan untuk mengurangi ekstravasasi dan phlebitis meliputi tindakan :
-          Memastikan agar rute IV tetap paten
-          Menghindari pemasangan infus pada punggung tangan, karena tendon dan saraf dibagian tersebut mudah rusak.
-          Menghindari vena yang sirkulasinya mudah terganggu, misalnya vena yang sudah cedera akibat fungsi vena
-          Menghindari daerah pergelangan tangan dan jari-jari yang sulit diimobilisasi.
-          Memilih tempat yang memudahkan akses proksimal
-          Memeriksa bocoran sabelum memberikan obat lewat infus; pemasangan tornikuet diatas pembuluh vena harus dapat menghentikan aliran infus, jika tidak; berarti terjadi kebocoran
-          Mengobservasi lokasi infus untuk menemukan pembengkakan atau kemerahan
-          Meminta kepada pasien untuk melaporkan setiap rasa terbakar, gatal, atau nyeri
-          Menggunakan kasa yang memungkinkan inspeksi
-          Pembilasan obat dengan beberapa milliliter larutan salin

3.     Infeksi
Saluran infus merupaka sumber infeksi yang sudah dikenal; mikroorganisme yang sering menyebabkan infeksi meliputi candidida sp., Enterobacter sp., staphylococcus epidermis, staphylococcus aureus dan sklebsiella sp. Tindakan asepsis yang ketat  selalu diperlukan ketika kita menangani set infus  (Perry & Leaper, 1994).
Insidens infeksi dapat dikurangi dengan cara :
-          Mengganti kanula intravena setiap 48 jam
-          Melakukan disinfeksi tangan dengan sabun dan air sebelum menanganni selang infus
-          Menggunakan sarung tangan steril
-          Desinfeksi kulit pasien
-          Hanya memakai plaster steril yang mengenai tempat pemasangan infus
-          Mencantolkan tempat infus ditempat yang aman
-          Mengganti kasa jika terlihat penumpukan cairan dibawahnya/basah
-          Memeriksa tempat infus paling sedikit sekali dalam setiap hari untuk menemukan tanda infeksi
-          Meminta pasien untuk memperhatikan bagian tubuhnya yang menjadi tempat pemasangan infus dan memberitahu petugas bila terdapat gejala kemerahan atau sakit pada daerah tersebut.
-          Memeriksa pasien untuk menemukan adanya tanda demam.
(Keenlyside, 1992; loeb et al, 1993; Wilson, 1994)


E.   Tehnik penyimpanan obat
Aktivitas beberapa jenis obat akan hilang karena cahaya; contoh obat-obat tersebut adalah efedrin, adrenalin, amfoterisin, dan natrium nitroprusid. Karena obat-obat ini disimpan untuk keperluan emergensi, kondisinya selama penyimpanan harus dicek secara teratur.Ada juga beberapa jenis obat yang harus di simpan dalam suhu tertentu (lemari pendingin) untuk mempertahankan kefektivitasnya, misalnya: sintocinon, dan sintometrine.






F.    Prinsip-prinsip Kewaspadaan baku dan Pencegahan Infeksi yang berhubungan dengan perasat medikasi intravena :

-          Setiap orang (pasien ataupun petugas kesehatan) sangat berpotensi menularkan infeksi
-          Cuci tangan : tindakan yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang)
-          Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrument yang kotor dan sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan tindakan invasive. Pemakaian sarung tangan pada perasat IV dianggap perlu dengan jenis yang dianjurkan adalah sarung tangan pemeriksaan dan jenis yang diterima adalah sarung tangan DTT bedah (Tietjen, Cronin dan McIntosh 1992)
-          Pertahankan asepsis saat tindakan dilakukan.
-          Memegang jarum suntik dan spuit dengan aman yaitu dengan menggunakan teknik one hand (satu tangan) saat akan menutp kembali jarum suntik.
-          Petunjuk keselamatan mempergunakan spuit dan jarum :
1)      Mempergunakan tiap-tiap jarum dan spuit hanya sekali pakai
2)      Jangan melepas jarum dari spuit setelah digunakan
3)      Jangan menyumbat, membengkokkan, atau mematahkan jarum sebelum dibuang
4)      Lakukan dekontaminasi atas jarum dan semprit sebelum dibuang
5)      Buanglah jarum dan semprit di wadah khusus anti bocor
-          Pembuangan sampah Benda-benda tajam sekali pakai termasuk jarum suntik memerlukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya jika sampah dibuang ditempat pembuangan sampah.






G.  Jenis – jenis pemberian medikasi melalui intravena

1.     Secara langsung
Adalah pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya melalui  media cubitus/chepalica (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher). Tujuannya agar reaksi berlangsung cepat dan langsung masuk kedalam pembuluh darah.

Prosedur Pemberian Obat Melalui Intravena langsung
a.       Fase Orientasi
1)      Salam tereupetik
2)      Evaluasi atau validasi kondisi klien
3)      Kontrak : Topik / waktu / tempat
b.      Fase Kerja
Persiapan alat :
1)      Kartu pengobatan
2)      Spuit steril yang berisi larutan obat
3)      Bak Instrument
4)      Kapas alcohol
5)      Tornikuet
6)      Handschoond steril
Cara Kerja
1)      Memberitahu dan menjelaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
2)      Mempersiapkan peralatan
3)      Membawa alat-alat ketempat pasien
4)      Mencuci tangan
5)      Memasang sarung tangan Steril
6)      Tentukan vena yang akan digunakan untuk memasukkan obat, pasang tornikuet
7)      Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan dengan kapas alcohol
8)      Siapkan spuit yang berisi obat dan keluarkan udara dari dalam tabung spuit
9)      Menegangkankulit pasien dengan tangan non dominan, lalu masukkan jarum kedalam vena dengan lubang jarum mengarah keatas sejajar dengan vena.
10)  Lakukan aspirasi, bila terhisap darah, lepas tornikuet dan dorong obat secara perlahan sampai habis.
11)  Meletakkan kapas alcohol diatas jarum, menarik jarum dan spuit sambil memegan pangkal jarum.
12)  Bekas tusukan ditekan dengan kapas alcohol
13)  Merapikan pasien
14)  Membereskan alat
15)  Mencuci tangan
16)  Mendokumentasikan hasil tindakan
c.       Fase Terminasi
1)      Evaluasi respon klien :
-          Evaluasi subjektif
-          Evaluasi objektif
2)      Tindak lanjut klien
a.       Sikap
1)      Hati-hati
2)      Sabar dan jangan tergesa-gesa
3)      Bersikap sopan dan ramah
4)      Teliti dan cermat dalam menjaga sterilitas


2.     Melalui wadah intravena (secara tidak langsung)
Tindakan ini merupakan prosedur memberikan obat dengan menambahkan obat kedalam wadah cairan infus (intravena). Tujuannya adalah untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah.


Prosedur pemberian obat melalui wadah intravena
a.       Fase Orientasi
1)      Salam terepeutik
2)      Evaluasi atau validasi kondisi klien
3)      Kontrak : Topik / waktu / tempat

b.      Persiapan alat
1)      Spuit dan jarum sesuai dengan ukurannya
2)      Obat dan tempatnya
3)      Wadah cairan (kantong/botol)
4)      Kapas alcohol

c.       Prosedur kerja
1)      Cuci tangan
2)      Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dikerjakan
3)      Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan kedalam spuit
4)      Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong/botol
5)      Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6)      Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum sputi hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan kedalam kantong/wadah cairan
7)      Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kentong cairan secara perlahan-lahan dari satu ujung keujung lainnya.
8)      Periksa kecepatan infus
9)      Cuci tangan
10)  Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
d.      Fase Terminasi
1)      Evaluasi respon klien :
-          Evaluasi subjektif
-          Evaluasi objektif
2)      Tindak lanjut klien
e.       Sikap
1)      Hati-hati
2)      Sabar dan jangan tergesa-gesa
3)      Bersikap sopan dan ramah
4)      Teliti dan cermat dalam menjaga sterilitas



3.     Melalui selang intravena
Tindakan ini merupakan prosedur pemberian obat melalui selang infus/intravena

Prosedur pemberian obat melalui selang  intravena
a.       Fase Orientasi
1)      Salam tereupetik
2)      Evaluasi atau validasi kondisi klien
3)      Kontrak : Topik / waktu / tempat
b.      Persiapan alat
1)      Spuit dan jarum sesuai dengan ukurannya
2)      Obat dan tempatnya
3)      Wadah cairan (kantong/botol)
4)      Kapas alkohol
c.       Prosedur kerja
1)      Cuci tangan
2)      Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dikerjakan
3)      Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan kedalam spuit
4)      Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang infus (pada bagian selang yang berkaret).
5)      Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6)      Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan kedalam selang intravena.
7)      Setelah selesai, tarik spuit
8)      Periksa kecepatan infus
9)      Lakukan observasi terhadap reaksi obat
10)  Cuci tangan setelah prosedur selesai
11)  Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
d.   Fase Terminasi
1)      Evaluasi respon klien :
-          Evaluasi subjektif
-          Evaluasi objektif
2)      Tindak lanjut klien
e.       Sikap
1)      Hati-hati
2)      Sabar dan jangan tergesa-gesa
3)      Bersikap sopan dan ramah
4)      Teliti dan cermat dalam menjaga sterilitas



















BAB III
KESIMPULAN
A.    RINGKASAN
Obat yang diberikan secara intravena memiliki efek yang paling cepat disbanding dengan cara pemberian yang lainnya.
Mahasiswa bidan harus benar-benar terlatih dalam pemberiannya
Obat – obat intravena dapat dilakukan melalui cara-cara berikut :
-          Cara bolus atau “dorong”
-          Infus intermitten
-          Penambahan kecairan infus
Sterilitas tetap harus dipertahankan
Pembilasan diperlukan sebelum dan setelah pemberian obat

B.     PERAN DAN TANGGUNG JAWAB MAHASISWA BIDAN
Secara singkat, peran dan tanggung jawab mahasiswa bidan adalah :
1.      Mematuhi kebijakan unit untuk pelatihan dan pemutakhiran keterampilan
2.      Melakukan proses pemeriksaan untuk memastikan obat yang benar diberikan pada pasien yang benar
3.      Mempertahankan teknik asepsis ketat
4.      Melakukan prosedur yang benar, termasuk pengkajian letak kanula dan kecepatan pemberian
5.      Mengobservasi ibu untuk adanya respon yang tidak diharapkan
6.      Melakukan pencatatan yang benar




DAFTAR PUSTAKA

--------- 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC
--------- 2006. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta. CMPMedica
--------- 2008. Buku Panduan Praktik Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Samarinda. Prodi Kebidanan Poltekkes Kaltim
--------- 2008. MIMS Bidan edisi perdana 2008/2009. Jakarta. CMPMedica
Bossemeyer, Debora. 2004. Penduan Pencegahan Infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehanata dengan sumberdaya terbatas. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
Hidayat, A. Azis. Uliyah Musrifatul. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. Azis. Uliyah Musrifatul. 2008.Keterampilan Dasar Praktek Klinik untuk Kebidanan.Jakarta : Salemba Medika
Johnson, Ruth. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC
Jordan, Sue. 2004. Farmakologi kebidanan. Jakarta. EGC
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan jilid .Jakarta. EGC